Jika ada yang bertanya, sudah pahamkah perangkat desa terhadap UU Desa ? Sudah
pasti semua akan sepakat kalau jawabannya adalah TIDAK. Kemudian jika ada yang bertanya lagi, kalau mereka (perangkat desa) sudah paham dengan UU Desa tersebut apakah mereka sudah mengimplementasikan dengan baik dan benar tujuan dari UU Desa tersebut? Ini pun jawabnya sudah pasti BELUM. Darimana tolok ukurnya? Tentu saja banyak, namun yang paling gampang dilihat adalah dari sisi transparansi (keterbukaan) pemerintah desa dalam melaksanakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa. Berikut ini salah satu tulisan yang dikutip dari lingkardunia.com, yang mengulas perihal sejauhmana pemahaman perangkat desa terhadap UU Desa dan keterbukaan pemdes sendiri terhadap pelaksanaan pembangunan di desa.
pasti semua akan sepakat kalau jawabannya adalah TIDAK. Kemudian jika ada yang bertanya lagi, kalau mereka (perangkat desa) sudah paham dengan UU Desa tersebut apakah mereka sudah mengimplementasikan dengan baik dan benar tujuan dari UU Desa tersebut? Ini pun jawabnya sudah pasti BELUM. Darimana tolok ukurnya? Tentu saja banyak, namun yang paling gampang dilihat adalah dari sisi transparansi (keterbukaan) pemerintah desa dalam melaksanakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa. Berikut ini salah satu tulisan yang dikutip dari lingkardunia.com, yang mengulas perihal sejauhmana pemahaman perangkat desa terhadap UU Desa dan keterbukaan pemdes sendiri terhadap pelaksanaan pembangunan di desa.
Dari 6.474 desa yang ada di di propinsi Aceh (berdasarkan data BPS Aceh Tahun 2014), "apakah seluruh perangkatnya sudah paham tentang UU Desa?". Inilah yang menjadi pertanyaan bagi seluruh masyarakat di Propinsi Aceh.
Dengan adanya UU Desa yang jelas -jelas mengamanatkan kewenangan desa dalam pengelolaan dan perencanaan pembangunan di desa, tentunya akan memberikan pandangan dan cara berfikir yang jauh berbeda dari kondisi sebelum UU Desa itu di tetapkan dan mulai di berlakukan. Dimana kewenangan yang di amanatkan dalam UU Desa, jelas memberikan amanat dibentangkannya otonomi daerah sampai pada level pemerintahan di tingkat desa.
Dalam hal ini, negara memberikan penghargaan yang besar kepada setiap desa, bahwa desa merupakan sebuah bagian dari pembangunan negara. Desa bukan lagi sebagai obyek melainkan sebagai subyek yang ikut serta dalam pembangunan negara.
Namun bagaimana pemahaman ini mampu di pahami oleh setiap kepala desa dan perangkat desa dalam mengelola dan mengembangkan desanya masing – masing?
Sementara jika kita berkacamata dari azas Keterbukaan Informasi publik di tingkatan desa, Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Desa no 6 tahun 2014, dimana Pemerintah desa harus berprinsip pada azas Keterbukaan. bahkan pada pasal 82 ayat 4 menyebutkan Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan juga Anggaran Belanja Desa kepada masyarakat desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Namun pada kenyataan di lapangan, kebanyakan pemerintah desa selalu berkelit ketika ada masyarakat yang meminta dokumen tentang desa terkait hal-hal yang boleh diketahui oleh publik. Bahkan tidak sedikit perangkat desa yang membantah kalau "dokumen APBDes adalah dokumen rahasia".
Dengan melihat fenomena tersebut, artinya masih banyak perangkat desa yang belum paham tentang UU Desa, baik dari kepala desa, perangkat desa, dan tentunya masyarakat yang seharusnya turut serta mengawasi dan membangun desa. Kondisi seperti ini tentunya sangat menghambat dalam pembangunan desa , dan sangat rawan sekali penyelewengan dan penyalahgunaan Dana Desa. Ini sebuah situasi yang benar-benar konyol. Mulai dari proses perencanaan, pelaksaanaan, sampai pada laporan, masyarakat nyaris tidak memperoleh haknya untuk mengetahui kinerja dari aparatur pemerintah desa.
Meminjam statemen dari mantan Menteri Desa Marwan Ja’far, “Dana desa harus di umumkan di masjid-masjid” Apakah pemerintah desa sudah melakukan keterbukaan sampai pada yang di harapkan Pak Menteri ? Rasanya jauh panggang dari api. Karena kondisi di lapangan tidak seperti yang diharapkan oleh pak menteri. Ternyata banyak sekali Kepala Desa dan Perangkat Desa yang tidak paham tentang UU Desa.
Ini adalah tugas kita bersama untuk ikut berperan dalam melakukan pengawasan pembangunan desa, bukan hanya dari pendamping desa yang saat ini sudah di jalankan oleh kementerian desa, namun kita sebagai masyarakat desa harus turut serta mengawal dan mengawasi bagaimana pemerintah desa dalam mengelola desa.
UU Desa no 6 tahun 2014 pada pasal 82 sudah membuka kran akan keterbukaan informasi publik yang sangat luas untuk kita semua . Untuk itu sebagai warga negara Indonesia kita harus menjalankan Amanat UU Desa, jangan sampai ada Kepala desa dan perangkat desa yang tersangkut kasus tentang pengelolaan Dana Desa karena tak paham UU Desa.
Dengan adanya UU Desa yang jelas -jelas mengamanatkan kewenangan desa dalam pengelolaan dan perencanaan pembangunan di desa, tentunya akan memberikan pandangan dan cara berfikir yang jauh berbeda dari kondisi sebelum UU Desa itu di tetapkan dan mulai di berlakukan. Dimana kewenangan yang di amanatkan dalam UU Desa, jelas memberikan amanat dibentangkannya otonomi daerah sampai pada level pemerintahan di tingkat desa.
Dalam hal ini, negara memberikan penghargaan yang besar kepada setiap desa, bahwa desa merupakan sebuah bagian dari pembangunan negara. Desa bukan lagi sebagai obyek melainkan sebagai subyek yang ikut serta dalam pembangunan negara.
Namun bagaimana pemahaman ini mampu di pahami oleh setiap kepala desa dan perangkat desa dalam mengelola dan mengembangkan desanya masing – masing?
Sementara jika kita berkacamata dari azas Keterbukaan Informasi publik di tingkatan desa, Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Desa no 6 tahun 2014, dimana Pemerintah desa harus berprinsip pada azas Keterbukaan. bahkan pada pasal 82 ayat 4 menyebutkan Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan juga Anggaran Belanja Desa kepada masyarakat desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Namun pada kenyataan di lapangan, kebanyakan pemerintah desa selalu berkelit ketika ada masyarakat yang meminta dokumen tentang desa terkait hal-hal yang boleh diketahui oleh publik. Bahkan tidak sedikit perangkat desa yang membantah kalau "dokumen APBDes adalah dokumen rahasia".
Dengan melihat fenomena tersebut, artinya masih banyak perangkat desa yang belum paham tentang UU Desa, baik dari kepala desa, perangkat desa, dan tentunya masyarakat yang seharusnya turut serta mengawasi dan membangun desa. Kondisi seperti ini tentunya sangat menghambat dalam pembangunan desa , dan sangat rawan sekali penyelewengan dan penyalahgunaan Dana Desa. Ini sebuah situasi yang benar-benar konyol. Mulai dari proses perencanaan, pelaksaanaan, sampai pada laporan, masyarakat nyaris tidak memperoleh haknya untuk mengetahui kinerja dari aparatur pemerintah desa.
Meminjam statemen dari mantan Menteri Desa Marwan Ja’far, “Dana desa harus di umumkan di masjid-masjid” Apakah pemerintah desa sudah melakukan keterbukaan sampai pada yang di harapkan Pak Menteri ? Rasanya jauh panggang dari api. Karena kondisi di lapangan tidak seperti yang diharapkan oleh pak menteri. Ternyata banyak sekali Kepala Desa dan Perangkat Desa yang tidak paham tentang UU Desa.
Ini adalah tugas kita bersama untuk ikut berperan dalam melakukan pengawasan pembangunan desa, bukan hanya dari pendamping desa yang saat ini sudah di jalankan oleh kementerian desa, namun kita sebagai masyarakat desa harus turut serta mengawal dan mengawasi bagaimana pemerintah desa dalam mengelola desa.
UU Desa no 6 tahun 2014 pada pasal 82 sudah membuka kran akan keterbukaan informasi publik yang sangat luas untuk kita semua . Untuk itu sebagai warga negara Indonesia kita harus menjalankan Amanat UU Desa, jangan sampai ada Kepala desa dan perangkat desa yang tersangkut kasus tentang pengelolaan Dana Desa karena tak paham UU Desa.
Post a Comment